Posts

Di tengah hujan

Image
  Di tengah hujan hari ini saya merenung. Memikirkan kembali masa depan negara, akhir alam semesta, saudara di Palestina, dan anak yang jatuh semalam. Tanah yang kian basah dan suara rintikan hujan menambah syahdu pikiran saya yang semakin berpesta pora memenuhi kepala. Mungkin efek kopi hitam yang diseruput sedikit-sedikit, yang entah kapan habisnya, membuat saya semakin tenggelam dalam lautan kemungkinan-kemungkinan fana. Habis ini begini-begitu, besok ini, lusa itu. Kadang saat-saat seperti ini mampir tak disangka, terkadang saat buang air besar, terkadang saat di penghujung malam, terkadang saat motoran. Realita seakan undur diri menjauh, mengizinkan alam bawah sadar muncul sementara. Sejak kecil saya sering dibilang suka melamun, pamit dari keramaian, duduk sendiri sembari melihat mereka, mencari tempat di tengah dunia, apakah saya punya peran?, seperti seorang tokoh utama dalam sinetron India? Hujan kali ini membuat saya ingin mencurahkan isi pikiran saya yang hilang kendali, h

BPJS pun angkat tangan

Image
Setelah tiga tahun berlalu, sekali lagi saya menginjakkan kaki di 'New York'-nya Indonesia, Jakarta. Kota serba sibuk, padat, dan kental polusi. Kota dengan seribu kesan dan hantaman yang dulu pernah saya coba rasakan, mengeliminasi saya hanya dalam selang waktu sebulan, 'pergi!, kamu tidak cocok disini', katanya. Mental krupuk hancur seketika, dan hanya mereka yang kuat bisa bertahan. Hari ini saya kembali, disambut dengan megahnya bandara Soekarno-Hatta. Jakarta itu melelahkan, bukan cuma Jakarta, Jabodetabek. Bagi saya mereka yang tinggal dan kerja disini seperti mempunyai kekuatan super. Setiap hari berjalan ratusan meter, berdiri selama kereta bergerak, terbentur-menabrak badan di kiri-kanan, terhimpit, terkantuk-kantuk di perjalanan pergi dan pulang kerja, belum ditambah bau bunga mawar yang bebas berkeliaran di keempat rongga sinus, saling salam-salaman dengan setiap helai nervus olfaktorius, kami menderita transient kakosmia. Lihat, wajah letih lesu saya tercer

Merogoh rupiah terakhir

Image
Sekarang sudah sekitar dua tahun saya berprofesi utama sebagai seorang dokter. Profesi yang sering kali dibanggakan oleh banyak orang, baik itu orang tua, teman, orang asing, bahkan oleh diri dokter itu. Memang, tampak dari luar, bagi kebanyakan orang, dokter adalah pekerjaan yang sudah menjanjikan hidupnya, sampai hari tua pun masih bisa kerja. Profesi yang menjanjikan untuk bisa kaya, hidup makmur, profesi yang menjual ke calon mertua. Saya pun tidak menyangkal, karena saya juga merasakan kebanggaan itu. Namun, kadangkala saya terlupa, bahwa seorang dokter itu mendapatkan kekayaannya dari mereka yang datang karena sakit, yang susah, dan yang meminta pertolongan. Hari itu tepatnya malam hari, datang keluarga membawa anaknya yang sakit, demam sudah sekitar dua hari. Mereka panik karena anak itu sempat kejang. Di IGD diterapi sesuai dengan kondisi medis. Segera setelah anak itu membaik dan tanda-tanda vital anak itu normal kembali, keluarga memutuskan untuk segera pulang karena tidak me

Momen sederhana

Image
Tahun 2023, menjadi tahun petualangan. Tahun dimana saya merantau, menjajaki dunia yang betul-betul berbeda, dunia kerja, dunia keterpaksaan, dunia kedewasaan, dunia kenyataan yang menampar, yang meludahi semua kata-kata bijak pemotivasi hidup. Dunia yang menyadarkan saya untuk terus menoreh tulisan kehidupan. Tahun ini hampir keseluruhan harinya saya menetap di Bahodopi, Morowali, Indonesia. Sebuah kota yang berselimut dibalik nama desa, saking padat dan kumuh, saking cepatnya putaran waktu juga uang, pengeluaran bulanan yang kemahalan, kemacetan, hujan debu PLTU, polusi, perselingkuhan, pembunuhan, depresi sampai bunuh diri, infeksi menular seksual, pencurian, penipuan, segala bentuk masalah dan konflik sebuah kota ada disini. Namun, dibalik semua konflik itu, saya justru mendapatkan sesuatu yang malah tidak saya harapkan. Kumpulan momen yang sederhana. Bahodopi itu desa yang sangat padat. Hampir tidak ada tanah kosong disini. Rumah, warung makan, butik, tempat cukur, kos, hampir sel

Pantat putih

Image
Pantat putih. Bukan karena di tabur bedak, atau panuan, atau penyakit kulit lainnya. Panggilan itu dijadikan candaan di lingkungan tenaga kesehatan. Terkhusus IGD, ia tersemat kepada siapa saja yang ketika jaga selalunya ramai dengan pasien. Tiap daerah memang berbeda namanya, tapi di lingkungan kerjaku, dengan sebutan itulah aku dipanggil. . . . Palu, 28 September 2018. Sore kala itu kami digoncang dengan gempa 7.4 SR. Getaran tanah yang tak tentu, atas, bawah, kanan, kiri. Kakiku seperti tak menapak, aku diombang-ambing, terbanting-banting menabrak tembok dan lantai, terkunci di dalam rumah sampai goncangan pertama mereda. Aku keluar dari rumah, kunci cadangan untungnya bisa didapat meski isi rumah bak kapal pecah, dinding retak dan hampir jatuh. Orang-orang berbondong menyelamatkan barang berharga, akte tanah, uang, perhiasan. Aku? Uang tak punya, barang berharga pun tak punya, hanya seorang pelajar berbalut jaket dan celana panjang, lari menyelamatkan diri, tancap gas mencari tempa

Merdeka di tanah rantau

Image
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Hak kita untuk menolak dibelenggu, hak kita untuk bebas, hak kita hidup, dan hak kita untuk liburan. Datang ke tempat ini tujuanku hanya satu. Kerja. Cari uang. Tidak terbesit sama sekali untuk liburan, untuk membuang waktu. Semangat '45 menjadi tulang punggung keluarga. Tapi, beban mental dan fisik datang menyambar tak disangka, menggerogoti semangatku hingga turun tak perkasa. Aku mulai malas pergi kerja. Burnout,  overheat, kata mereka. Hal ini terjadi karena tubuh merasa tertekan, menyebabkan stres. Siklus keseharian yang sama dalam 6 bulan terakhir penyebabnya. Bangun, kerja, istirahat, bangun, kerja, istirahat, bangun...., . . . "Besok hari kemerdekaan!, jangan kerja-kerja terus, sesekali liburan," teriak temanku menggebu. Dia mengajak kami, teman-teman tongkrongan yang duduk melingkari meja pergi berlibur. Aku sontak mengiyakan. Begitupun tujuh teman yang lain, yang mungkin merasakan lelah yang sama, yang mungkin lebih butuh l

Ijab kabul

Image
19 Maret 2023, hari itu saya sampai di Palu untuk menghadiri sebuah pernikahan teman kuliah. Hari yang sangat spesial bagi mereka, hari yang sudah direncanakan sejak bertahun lamanya. Saya teringat awal-awal pernikahan saya, mereka berdua mengantarkan hadiah, sebuah alat pemanggang roti, yang bahkan sampai sekarang belum ada kesempatan buat saya pakai. Terselip juga secarik kertas bertuliskan pantun, tersirat do’a yang selalu saya syukuri. Waktu itu mereka bertanya persiapan pernikahan kami, mencari gambaran. Saya menjawab seadanya, tentang kesulitan-kesulitan kami, dan juga cerita-cerita dibaliknya. Sekarang tibalah giliran mereka. Malam hari sehabis maghrib, pembacaan ijab kabul diadakan. Suatu momen sakral yang membuat sistem kardiovaskular dan respirasi bekerja lebih berat dari biasa, nadi cepat dan helaan napas panjang dan dalam per 10 detik, menenangkan kelenjar eksokrin yang hiperekskresi. Tentu saja kondisi patologis ini terjadi karena setiap laki-laki pada saat ini akan tersad