Malu dihadapan Tuhan


Suara knalpot bocor dan siraman mentari pagi kembali dan kembali menarik jiwa saya yang selalu tertinggal 305 kilometer dibelakang. Pemandangan kota penuh keramaian, gedung-gedung bertingkat, hingga hiruk-pikuk kesibukan kota bahkan tak mampu mengisi hati saya yang kosong, bagai ember berlubang yang diisi air, bocor airnya kesana kemari, membasahi kedua mata, membanjiri rongga hidung, dan keluar menjadi ingus.

Tidak pernah saya menyangka saya se-sentimental ini. Menjadi dewasa dan mengemban tanggung jawab, menjalani hidup sebagai seorang laki-laki, suami, dan Ayah, sambil nyambi menjadi seorang pemimpi.

"Mimpilah yang tinggi, tinggi setinggi-tingginya", kata Ibu, "karena Ibu hanyalah seorang ibu, mimpi Ibu tidak menjadi nyata, Ibu tidak mendapatkan kesempatan", katanya lagi sambil mengeluarkan air mata haru melihat saya pertama kalinya dipanggil sebagai dokter di depan banyak anggota keluarga lain di hari saya bersumpah profesi, disampingnya, Ayah saya yang juga melihat haru tanpa kata, merah matanya tersembunyi, untuk pertama kalinya saya melihat mereka menangis bahagia bersama.

"Tidak usah menangis sekarang, nanti, nanti saat saya daftar spesialis," canda saya sambil merangkul mereka.

"Hii do'e, so brapa kasiang mo bayar itu?," Ibu terkejut tertawa.

Do'a Ibu memang mujarab, walaupun saya bercanda saat itu, saya yakin Ibu ingin saya meraih mimpi yang paling tinggi, menjadi dokter, spesialis, juga yang paling penting, PNS si idaman.

Saya teringat waktu pengumuman kelulusan PNS, saya langsung menghubungi Ibu. Suara Ibu dibalik telepon sangat berbeda dibanding saat saya berkata saya lulus ujian kompetensi dokter, 11-13. Langsung dibuatkan acara syukuran dan diundanglah semua keluarga dan teman-temannya. Padahal kemarin ketika pengumuman kelulusan dokter tidak begini.

Do'a Ibu sangat didengar Tuhan. Saya tidak tau di waktu kapan Ia berdoa, berapa kali sehari, seribu kali? Mungkin lebih. Maka malulah saya ketika tidak berjuang, dan akan lebih malulah Ibu di hadapan Tuhan yang Maha melihat, Maha mendengar.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Jalan-jalan di perjalanan baru

Hayes