Dzuhur waktu itu


Siang kemarin, entah berapa hari yang lalu. Pokoknya belum lama lah. Waktu itu saya sedang naik sepeda. Sepeda lipat punya adek yang dibeli dengan harga murah. Mumpung lagi diskon besar di A*E Hardware. Mau pergi sholat Dzuhur di masjid kampung sebelah. Jalan kesana sebenarnya tidak jauh, hanya saja harus menyeberang jalan utama. Banyak kendaraaan yang lalu lalang. 


Dengan pelan saya mengayuh pedal sepeda. Gigi 1. Entah kenapa, saya sukanya mengayuh pedal dengan sudut paha dilebarkan. Masing-masing lutut menghadap ke sisi lateral. Dengan bahu menopang badan yang condong ke depan, memang tampak seperti orang malas. Tapi percayalah, bukan karena saya malas, hanya nyaman saja seperti itu. Sepeda itu melaju pelan, tiba-tiba ada teriakan dari arah depan.


“OM! Standar!”


Saya melihat ke arah belakang, sambil memanjangkan kaki meraih standar untuk dinaikkan dan membungkukkan kepala bahasa terima kasih kepada  pemuda yang membawa motor itu. Selesai sholat, panggilan tadi masih terngiang di kepala. “Om”, panggilan singkat kepada mereka yang sudah cukup tua. Ternyata saya sudah sampai di tahap itu. Biasanya saya di panggil “kak”, atau “dek”, walau jenggot sudah menjalar panjang dari dagu. Pertama kali mendengar panggilan itu membuat saya tersadar ternyata saya sudah berumur 25 tahun. 1/4 abad. Saya memang sudah tidak pernah merayakan hari ulang tahun sejak dari semester 2 zaman kuliah. Jadi mungkin selalu tidak sadar akan pertambahan usia. Saya hanya menganggap hari spesial bagi kebanyakan orang itu adalah hari biasa yang biarlah berlalu. Sesampai dirumah, saya bertanya sama istri seakan mengkonfirmasi usia saya.


“La, ternyata saya sudah tua. Sudah 25 tahun sekarang,”


“Ho,” jawabnya. “Saya sudah 26,” sambungnya lagi.


Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Merogoh rupiah terakhir

Momen sederhana

BPJS pun angkat tangan