Kerja

 

7.00. 


Ping. Ping. Ping. Bunyi pemberitahuan pesan baru. 


“Izin lambat lagi teman-teman,”


“Santuy,”


“Okok,”



Jum’at. Hari yang singkat. Dengan kotoran mata yang masih melekat. Sudut pandang menjadi tersekat. mata tersayup-sayup masih  membusuk. Gravitasi dan bantal membuat mulut terkantuk-kantuk. Memaksa raga bersantai di pulau kapuk. 


Padahal sudah waktunya  untuk mandi. Namun AC yang bertiup dingin sekali. Membuat hati tak berambisi. Walau si Johny tegap berdiri.


7.30. 


Alarm sejam lalu terus berbunyi. Membangunkan pemiliknya yang masih bermimpi. Apalagi hujan rintik-rintik ini. Seakan berbisik untuk tetap mati suri. 


Tinggal setengah jam lagi masuk kerja. Tapi mata baru saja membuka. Dengan pandangan yang masih hampa. Memandang langit suram lewat jendela.


7.50.


Sudah mandi dan berpakaian bersih. Aroma parfum bercampur minyak kayu putih. Agak menyengat dan sedikit pedih. Membangunkan jiwa yang letih. 


Hujan sudah mulai reda. Langit mulai cerah juga. Tapi… Banjir depan rumah kok masih adaa…


Tingginya sampai ke lutut. Sulit dilewati dengan kendaraan yang bukan of-rut. Apalagi roda dua yang sudah butut. Sekali businya kena air langsung terkentut-kentut. Siapa yang berani lewat kalau begitu? Pak Luhut?


Setiap hujan pasti banjir. Apalagi di bulan-bulan terakhir. Bukan bermaksud satir. Cuma tidak ingin sadar di akhir. 


Hujan sejam banjirnya dua jam. Semakin tahun batas air semakin mengancam. 


Rumah disekitar terpaksa dibangun lagi.  Dengan sebagian besar biaya hanya habis membuat fondasi. Ibarat lari tanpa solusi. 


8.50


Banjir mulai surut hujan masih merintik. Setidaknya sudah bisa dilewati motor matik. Bukan dengan rakit. Walau terlambat lima puluh menit. Tidak masalah, paling hanya dipotong duit.



Curhatan teman kampung

Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Merogoh rupiah terakhir

Momen sederhana

BPJS pun angkat tangan