Guntingan terakhir


Hari ini adalah hari pertama saya sampai dirumah di Manado. Langsung disambut ibu saya. Katanya rambut saya sudah panjang. Mirip stock on you. Band terkenal di masa dia muda dulu. Mungkin karena rambut saya panjang depannya saja. Sampingnya baru saya rapikan. Tetap ibu saya tidak suka. Nanti digunting sedikit sama dia katanya. Saya langsung menaruh tentengan dan melepas jaket. Duduk di kursi yang disediakan.


Dulu, sejak saya SD. Ibu saya adalah orang yang selalu memotong rambut saya. Kami semua dengan adik-adik saya. Potongannya suka-suka dia. Yang penting rapi. Paling sering guntingannya pendek. Hampir cepak. Tradisi ini menetap sampai saya masuk SMA. Hal ini bermula karena dulu saya pernah gunting rambut di pasar. Hasilnya sudah bagus menurut saya. Tapi tetap tidak disuka ibu saya. Ada-ada saja istilahnya melihat model rambut. Yang paling saya ingat model batok kelapa.

Sekarang ibu saya sudah berdiri di belakang saya. Satu tangannya memegang gunting. Satunya lagi menarik rambut saya. Sudah lama sejak momen ini saya rasakan. Perlahan dia memotong. Sedikit sedikit, dengan lembut. “Ini sudah guntingan terakhirnya mama untuk kamu,” katanya. Saya hanya diam mendengar itu. Sebuah kalimat membuat beragam kenangan terpanggil kembali dalam kepala saya. Tidak lama lagi memang saya menikah. Ibu saya sudah akan menitipkan saya ke pasangan saya. “Bukan terakhir ini,” kata saya. Kata saya membuat kami berdua diam. Entah kapan lagi momen ini akan saya rasakan. Atau mungkin betul ini yang terakhir. Hanya gunting yang menjawab. Tidak lama momen ini pun selesai. “Bagus kan kalau begini?,” katanya. Sambil memberikan cermin. Yang dipotong hanya bagian atas dan depannya. Cukup pendek. Tapi guntingannya bagus. Cocok dengan wajah saya. Kami berdua tersenyum. Setelah merapikan rambut saya. Saya kembali merapikan barang bawaan.

Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Merogoh rupiah terakhir

Momen sederhana

BPJS pun angkat tangan