Bangun tidur, tidur lagi

    


    Menegakkan punggung saat bangun adalah suatu kewajiban. Regangan dari kepala sampai ke kaki menyadarkan kita untuk kembali beraktivitas pada hari itu. Colekan surya merangsang semua stimulus untuk beranjak dari tempat tidur dan memulai pagi. Pagi adalah kata yang subjektif. Pagi bagi sebagian orang adalah waktu dimana ayam mulai berkokok. Bagi sebagian orang yang lain, pagi adalah dikumandangkannya adzan subuh. Panggilan ibadah untuk umat muslim yang masih tidur. Bagi sebagian orang yang lain lagi, pagi adalah bunyi alarm yang sudah terulang sebanyak 10 kali. Bahkan ada sebagian orang yang menganggap paginya adalah waktu dimana matahari terbenam. Bagi mbah Surip, pagi adalah dimana orang bangun tidur kemudian dia tidur lagi.

    Joko namanya. Baginya, pagi adalah waktu dimana dia mendorong gerobaknya. Gerobak kayu yang dicat berwarna biru. Disematkan di kedua sisi gerobaknya roda sepeda, untuk mempermudah dia mendorong gerobaknya. Membawanya kemana-mana. Namun, tujuannya hanya satu sebagai tulang punggung keluarga. Tempat dimana terkumpulnya beragam sistem, institusi, prosedur, dan infrastruktur untuk menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Dikenal juga dengan sebutan pasar. Sudah menjadi kewajibannya untuk mencari nafkah. Sampai-sampai dia menelantarkan kewajiban sesungguhnya, sekolah. Seharusnya umurnya sudah cukup untuk mendudukkan dia di bangku kelas 3 SMA. Tapi mau diapa. Hasil jualan hari itu adalah penentu suapan nasi bagi adik-adiknya. Sehingga dia rela. Apapun dia lakukan untuk mereka, asalkan halal. Asalkan, bisa membuat mereka kenyang, hari itu juga. Beragam ikan yang menumpang di gerobaknya mulai habis terjual. Walau matahari sudah beranjak naik dan teriknya sudah menampar kulit, Joko masih harus pergi ke beberapa tempat perhentian selanjutnya. Hasil jualan hari itu dia tukar dengan bahan makanan yang akan dimasak. Tidak lupa pula dia bersinggah untuk menanyakan stok ikan yang akan dijual keesokan harinya. Sesampainya dirumah, bahan makanan langsung diolah oleh adik-adiknya. Dengan lihai, mereka memainkan instrumen dapur untuk membuat makanan. Selesai makan, Joko pun pamit untuk beristirahat. Menyandarkan tulang punggungnya yang kaku di springbed yang semu. Perlahan matanya tertutup, seiring dengan pelannya dia bersyukur dengan khusyu. Dia pun akhirnya menghabiskan waktu di alam mimpi untuk menanti waktu dimana dia mendorong gerobaknya kembali.

    Cerita ini hanyalah sebuah fiksi yang saya ciptakan. Tapi tidaklah kita menutup mata, bahwa cerita diatas adalah sebuah realita yang kadang kita tidak sadar akan adanya. Saya membuat cerita ini hanya terinspirasi dari kisah teman saya. Dimana dia menceritakan tentang temannya yang berjuang untuk mengais rejeki di kota orang. Dia sebagai orang asing di lingkungannya yang sering kali dipandang sebelah mata. Melakoni pekerjaan yang sehari-harinya harus pulang balik pasar. Namun, usaha yang dia lakukan dengan bersunggguh-sungguh akhirnya terbayarkan. Mungkin pagi bagi orang itu tidaklah sama seperti saya, maupun mbah Surip. Namun, paginya sudah mengantarkan dia ke kondisi yang lebih baik. Sedikit pertanyaan singkat, pagi bagi kalian itu apa?

Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.


Terima kasih kepada sahabat saya yang sudah membagikan ceritanya

@rafilimuhammad

Comments

Popular posts from this blog

Merogoh rupiah terakhir

Momen sederhana

BPJS pun angkat tangan