Delegasi Kusta



    Hari itu. Tanggal 19. Bulan Juli. Tahun 2017. Kurang lebih 4 tahun yang lalu. Saya berkesempatan pergi ke Yogyakarta selama 3 hari. Sebagai delegasi dari fakultas saya untuk berlomba di kancah nasional. Saya bersama teman saya waktu itu membentuk tim yang terdiri dari 2 orang. Membuat sebuah video. Membicarakan tentang kusta. Yah, awalnya niat kami hanya iseng saja dan tidak mengharapkan video kami untuk tembus ke 10 besar. Alhamdulillah waktu itu kami lulus dan diberikan kesempatan untuk memaparkan video kami di Jogja.

    Waktu itu kami ada ber-sembilan yang dipilih sebagai delegasi. Semuanya berasal dari angkatan yang sama. Angkatan 2014. Jadi perjalanan itu adalah salah satu momen yang paling saya kenang selama kuliah. Banyak cerita dari perjalanan kami. Di tulisan ini saya hanya akan bercerita banyak tentang saya dan teman setim saya, mulai dari bagaimana kami bisa terpilih menjadi 10 besar.

    Awalnya yang mengajak saya ikut lomba ini adalah teman saya. Herdy. Dia adalah orang yang tinggi, lebih tinggi dari saya yang hanya 165 cm. Badannya berisi, wajar karena dia merupakan seorang atlet tenis lapangan. Sebanding dengan itu semua, ia memiliki kepribadian yang kuat. Saking kuatnya, banyak orang yang bergantung dengan dia, dan menghormatinya. Bahkan saya. Karena itu, dengan gampangnya dia dapat meyakinkan saya untuk ikut lomba video ini. Saya pun setuju untuk ikut. Walaupun sama sekali tidak memiliki modal pengalaman di bidang videografi. Seperti yang tadi saya bilang, iseng saja.

    Pembuatan video kami dimulai dengan brainstorming tentang video seperti apa yang akan kami buat. Judul yang kami tetapkan adalah Kusta (Lepra). Sesuai dengan tema dari lomba ini. Dermatovenerologi. Penyakit kulit dan kelamin. Kami memilih judul ini dengan mellihat betapa masih banyaknya orang Indonesia yang menderita penyakit ini. Bayangkan saja pada saat kami membuat video ini, Indonesia masih meduduki peringkat ke-3 di dunia sebagai negara dengan penderita kusta terbanyak. Maka dari itu, ini menjadi masalah yang menurut kami harus diangkat.

    Setelah menentukan judul video, kami mulai untuk mengambil gambar. Proses pengambilan gambar menggunakan kamera DSLR. Pinjaman. Karena kami tidak punya. Baterainya cuma satu. Jadi pengambilan gambar harus efektif dan efisien. Tidak ada perekam suara, dan tidak ada lightning. Memang betul-betul amatir. Syarat durasi video tidak lebih dari 5 menit. Harus singkat, padat, dan jelas. Proses pengambilan gambar waktu itu bertempat di halaman depan rektorat. Latarnya sudah bagus menurut kami. Karena tampak gedung rektorat beserta tulisan universitas kami. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA. Tidak lama lagi matahari akan terbenam. Tapi... Karena permasalahan teknis dan lain-lain, pengambilan gambar akhirnya dimulai pukul 17.40 WITA. Suara mengaji di masjid sudah kedengaran. Pengambilan gambar waktu itu tidak bisa ditunda, karena waktu kami tidak banyak lagi sampai deadline pengiriman video. Take, and action! Pengambilan gambar pun dimulai.

    Sekitar 2 hari setelah pengambilan gambar. Proses editing pun selesai. Hasilnya? Sangat bagus sekali dan diluar ekspektasi. Suara yang tidak kedengaran tertutup dengan angin sepoi-sepoi, gambar yang kian gelap menit demi menit, serta suara pengajian masjid yang menjadi backsound video kami. Jujur, saya sudah tidak berniat untuk mengirimkan video kami. Tapi Herdy berkata lain. Pendiriannya tetap kuat untuk mengirimkan video ini. Video yang singkat, padat, dan jelas dengan noise-nya. Saya pun hanya mengiyakan tanpa ada sedikitpun harapan untuk tembus seleksi. Dengan ucapan Bismillah, video pun dikirim.

    Hari demi hari kami menanti. Harapan pergi ke Jogja pun kian meredup seiring bergantinya hari. Tapi takdir berkata lain. Perkataan Herdy terbukti dan kami dinyatakan lolos ke babak semifinal dan akan di delegasikan ke Jogja. Saya sangat tidak menyangka, begitupun dia. Kami berdua sama-sama tertawa terbahak-bahak dengan hasil yang kami dapat. Banyak pertanyaan yang kami lontarkan satu sama lain, mempertanyakan keberhasilan kami itu. Bahkan teman-teman kami pun bertanya-tanya. Intinya, kami lulus. Perjuangan selanjutnya adalah di Jogja nanti.

    Setelah berkas persyaratan delegasi selesai diurus. Kami pun pergi. Beserta tujuh orang teman kami yang lain. Kami semua mengikuti lomba yang berbeda-beda, 2 tim mengikuti lomba video, 2 tim mengikuti lomba poster, dan 1 tim mengikuti lomba tulisan ilmiah. Waktu itu kami memang akan mengikuti lomba, namun vibe yang kami bawa adalah vibe orang lagi liburan. Tidak lupa kami mengambil gambar bersama untuk mengabadikan momen ini. Jpret.

    Waktu lomba pun tiba. Kami diantar oleh panitianya pergi ke lokasi lomba di Universitas Islam Indonesia (UII) dengan bus. Kali pertama juga saya pribadi berkunjung ke Jogja khususnya UII. Suasana UII sangat berbeda dengan Universitas kami. Tampak padat dengan gedung-gedung kuliahnya. Pusat dari kompleks universitasnya berdiri bangunan masjid yang besar. Masjid Ulil Albab namanya. Setelah berkeliling, kami sampai di gedung Aula fakultas kedokteran UII. Rangkaian acara yang disuguhkan kepada kami berupa tarian-tarian, seminar kesehatan, dan hal-hal menarik lainnya.

    Kami bersembilan pun dipisah sesuai dengan kategori lomba. Tim saya pergi ke ruangan lomba video. Kami menunggu giliran sambil melihat presentasi video tim lain. Video mereka sangatlah bagus. Pemaparan juga sangat bagus. Membuat kami menjadi semakin gugup. Tapi kami tetap dengan percaya diri bahwa video kami juga bagus. Setidaknya terbukti dengan kami lolos ke sepuluh besar. 

    Giliran kami pun tiba. Kami maju ke depan. Saya memakai pakaian kameja putih dan celana hitam. Herdy memakai kameja hitam dan celana krem. Dresscode ini ditentukan Herdy. Setelah mengambil mic, video kami pun diputar. Setelah selesai. Kami memaparkan maksud dari video kami. Pertanyaan demi pertanyaan dari para juri yang merupakan spesialis di bidang dermatovenerologi kami jawab semampu kami. Tapi sampai sekarang, saya sangat mengingat salah satu pertanyaan dari seorang juri. Beliau menanyakan seperti ini, "apa yang saudara pikirkan tentang desa kusta?,". Kami kaget, baru tau bahwa di Indonesia terdapat desa kusta. Sebelumnya jawaban-jawaban yang kami berikan secara garis besar adalah untuk tidak takut dengan orang yang menderita kusta. Tapi pertanyaan ini membuat kami tersadar bahwa masalah kusta tidak sesimpel yang kami pelajari. Jawaban yang kami berikan pun membuat poin kami jatuh. Kami menduduki peringkat 9 dari 10 tim yang ada. Ini menjadi pelajaran bagi kami. Lomba pun selesai. Alhamdulillah, pada saat pengumuman hasil, ada salah satu tim dari kami yang memegang peringkat ke-2 di lomba video. Kami bangga, tidak pulang dengan tangan kosong.

    Singkat cerita setelah itu kami mengelilingi kota Jogja. Kota yang kental akan budayanya. Kami juga sempat pergi ke gunung merapi. Gunung yang pernah memuntahkan isinya pada tahun 2010. Kala itu terkenal kisah mbah Maridjan. Seorang juru kunci gunung Merapi. Bahkan sampai sekarang pun kisahnya masih dikenang. Ikon kota Jogja seperti jalan Malioboro juga kami kunjungi. Jogja adalah kota dengan banyak destinasi wisata. Tidak cukup waktu kami untuk menjelajahi semuanya. Kami hanya berharap akan ada kesempatan lain yang memungkinkan kami untuk menjelajahi Jogja sepuasnya. Insya Allah, aamiin...

    Masih banyak kesan-kesan kemarin yang mau saya ungkapkan lewat tulisan. Tapi sekarang cukup sampai disini dulu tulisan saya. Tak lupa saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman seperjuangan saya waktu itu. Kepada Herdy, Riki, Wahyu, Yuda, Ike, Ka Astri, Koko, dan Ifa. Terima kasih kepada dosen-dosen kece kami yang menemani kami di Jogja waktu itu, dr. David, dan dr. Firman. Terima kasih kepada pihak FK Untad dan penyelenggara acara FK UII. Terima kasih sudah memberikan momen itu kepada kami. Insya Allah momen itu dapat menjadi ikatan untuk kami.

Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Merogoh rupiah terakhir

Momen sederhana

BPJS pun angkat tangan